Rabu, 26 Juni 2013

TUGAS MANAJEMEN KARIR

TUGAS MANAJEMEN KARIR



                       PENGARUH MUTASI DAN PROMOSI JABATAN

                      TERHADAP PENGEMBANGAN KARIR PEGAWAI

                     (STUDI KASUS KEJAKSAAN TINGGI JAWA BARAT)



Disusun Oleh :
Mochamad hamdi warsono
01210112/ ekonomi manajemen
Kelas A








UNIVERSITAS NAROTAMA
SURABAYA
2013






                                                    I. PENDAHULUAN

1.1.
Latar Belakang
Kelangsungan suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh sumber daya
manusia (SDM) yang ada baik kualitas maupun kuantitasnya. Penanganan
SDM berbeda dengan faktor produksi lainnya  dikarenakan SDM selalu
berkembang dan bertambah baik kuantitas maupun kualitasnya. Untuk
dapat memanfaatkan SDM sesuai dengan kebutuhan organisasi,
diperlukan manajemen SDM yang dapat mengatur kelangsungan suatu
organisasi.
Pada umumnya suatu instansi atau organisasi pemerintahan
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, baik lingkungan internal maupun
lingkungan lingkungan eksternal. Lingkungan internal yaitu lingkungan
yang berasal dari dalam organisasi itu sendiri, seperti SDM. Sedangkan
lingkungan eksternal adalah lingkungan yang berasal dari luar organisasi
tersebut, seperti politik, ekonomi, budaya, dan sosial. Untuk ituKejaksaan
Tinggi Jawa Barat sebagai salah satu instansi pemerintahan di bidang
hukum harus dapat mengendalikan kedua faktor tersebut agar tujuan
instansi dapat tercapai.
Dengan semakin kompleks dan banyaknya masalah yang dihadapi
oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat diperlukan SDM yang mempunyai
kemampuan dan keahlian dalam memberikan pelayanan hukum kepada
masyarakat. Berbagai cara ditempuh untuk
meningkatkan kualitas
pegawai agar efektivitas dan efisiensi kerja dapat tercapai, salah satu cara
untuk meningkatkan kualitas dan rasa tanggung jawab pegawai Kejaksaan
Tinggi Jawa Barat dalam memberikan pelayanan  hukum  adalah dengan
adanya  program pengembangan karir pegawai di lingkungan Kejaksaan
Tinggi Jawa Barat.
Adapun kebijakan pengembangan karir yang dilakukan Kejaksaan
Tinggi Jawa Barat yaitu dengan melakukan program pendidikan dan
pelatihan, mutasi, dan promosijabatan.



1.2.
Rumusan Masalah
Permasalahan pada penelitian ini adalah :
1.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi mutasi dan  promosi
jabatan di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat?
2.
Bagaimana hubungan dan pengaruh mutasi dan promosi jabatan
terhadap pengembangan karir seorang pegawai di Kejaksaan Tinggi
Jawa Barat?
1.3.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin diketahui dalam penelitian ini yaitu :
1.
Mengetahui faktor-faktor  yang mempengaruhi mutasi dan  promosi
jabatan di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
2.
Menganalisa pengaruh mutasi dan promosi jabatan terhadap
pengembangan karir pegawai pada Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
1.4.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Biro Tata Usaha, Tenaga Pengkaji,
Asisten Pembinaan, Asisten Intelijen, Asisten Tindak Pidana Umum,
Asisten Tindak Pidana Khusus, Asisten Datun, dan Asisten Pengawasan
yang terdapat pada kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Bandung.
1.5.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1.
Dapat
menambah pengetahuan dalam bidang
MSDM, terutama
mengenai masalah program mutasi, promosi, dan pengembangan
karir.
2.
Sebagai bahan masukan untuk pelaksanaan mutasi dan promosi
jabatan dalam usaha mengembangkan karir pegawai di Kejaksaan
Tinggi Jawa Barat.
3.
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi semua
pihak yang membutuhkan.



II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1.
Pengertian MSDM
MSDM adalah ilmu dan seni yang mengatur unsur manusia
(cipta, rasa, dan karsa) sebagai aset suatu organisasi demi
terwujudnya tujuan organisasi dengan cara memperoleh,
mengembangkan, dan memelihara tenaga kerja secara efektif dan
efisien (Arep dan Tanjung, 2003).
Menurut
Nawawi (2000),
MSDM
adalah proses
mendayagunakan atau pemberdayaan manusia sebagai tenaga
kerja secara manusiawi, agar potensi fisik dan psikis yang
dimilikinya berfungsi secara maksimal bagi pencapaian tujuan
organisasi.
Pengertian tersebut
menyatakan
bahwa untuk
mencapai tujuan organisasi terdapat sejumlah manusia yang ikut
berperan dan harus diperankan dalam mencapai tujuan.
2.1.2.
Pentingnya MSDM dalam Organisasi
Siagian (1994) mengemukakan enam pendekatan dalam
menjelaskan hubungan dan pentingnya MSDM dalam organisasi,
yaitu sebagai berikut :
a.
Pendekatan politik, mengarah pada sudut makro pentingnya
MSDM
dan  bertitik tolak dari keyakinan bahwa
SDM
merupakan aset terpenting yang dimiliki oleh suatu organisasi.
b.
Pendekatan ekonomi, menganggap manusia sebagai salah satu
faktor produksi untuk menghasillkan barang dan jasa oleh
satuan-satuan ekonomi.
c.
Pendekatan  hukum, mengemukakan keseimbangan antara hak
dan kewajiban merupakan suatu tuntutan yang perlu terus
diwujudkan, dibina, dipelihara, dan dikembangkan.
d.
Pendekatan sosio-kultural, masalah MSDM berkaitan langsung
dengan harkat dan martabat manusia.



e.
Pendekatan administrasi, kenyataan bahwa manusia tanpa
organisasi dan tanpa bantuan orang lain akan sangat sulit
mewujudkan impian, cita-cita, dan tujuan hidupnya.
f.
Pendekatan  teknologi, kemajuan teknologi juga membawa
dampak positif yang sangat bermanfaat bagi organisasi,
terutama dalam meningkatkan efisiensi efektivitas, dan
produktivitasnya.
2.2.
Kompensasi
2.2.1.  Pengertian Kompensasi
Menurut Hasibuan (1997),
kompensasi adalah semua
pendapatan yang berbentuk uang atau barang, langsung atau tidak
langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan jasa yang
diberikan kepada pengusaha.
Kompensasi merupakan segala
sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa atas hasil kerja
yang telah diberikan kepada perusahaan.
2.2.2.
Tujuan Kompensasi
Menurut Hondoko (1992), kompensasi mempunyai tujuan
sebagai berikut :
a.
Memperoleh karyawan yang berkualitas, kompensasi perlu
ditetapkan cukup tinggi sesuai dengan kemampuan
perusahaan, untuk menarik minat para pelamar.
b.
Mempertahankan karyawan yang ada,  mencegah  turn over
karyawan dengan menjaga sistem kompensasi agar kompetitif
dengan perusahaan-perusahaan lain.
c.
Menjamin keadilan, administrasi pengupahan dan penggajian
berusaha untuk memenuhi prinsip keadilan.
d.
Menghargai perilaku yang diinginkan, prestasi kerja yang
baik, pengalaman, kesetiaan, tanggung jawab, dan perilaku-
perilaku lain diharapkan signifikan dengan kompensasi yang
diberikan.
e.
Mengendalikan biaya-biaya, suatu program kompensasi yang
rasional membantu organisasi untuk mendapatkan dan



mempertahankan sumber daya manusianya pada tingkat
biaya yang layak.
f.
Memenuhi peraturan-peraturan legal, program kompensasi
yang  baik adalah memperhatikan batasan-batasan legal dan
memenuhi semua peraturan pemerintah yang mengatur
kompensasi karyawan.
2.2.3.
Bentuk-bentuk Kompensasi
Menurut bentuknya kompensasi
digolongkan dalam
(Hondoko, 1992):
a.
Gaji dan upah, sistem penggajian di Indonesia pada umumnya
mempergunakan gaji pokok yang didasarkan pada posisi dan
masa kerja.
b.
Tunjangan dalam bentuk natura,  diberikan dalam bentuk
beras, gula, garam, dan pakaian yang diberikan oleh
perusahaan.
c.
Fringe benefit, adalah berbagai jenis benefit di luar gaji yang
diperoleh seseorang sehubungan dengan jabatan dan
pekerjaan, seperti upah yang dibayarkan pada hari libur, sakit,
cuti, dan waktu istirahat, kendaraan dinas, makan siang, uang
bensin, fasilitas untuk olah raga, rekreasi, dan sebagainya.
d.
Kondisi
lingkungan, mencakup lokasi perusahaan, jarak
perusahaan dari tempat tinggal, kebersihaan, rekan sekerja,
dan sebagainya.
2.3.
Mutasi
2.3.1.
Pengertian dan Peranan Mutasi
Pengertian mutasi menurut Tanjung dan Rahmawati (2003)
dapat mencakup dua pengertian, yaitu :
a.
Kegiatan pemindahan karyawan dari satu tempat kerja ke tempat
yang baru yang sering disebut dengan istilah alih tempat (tour of
area)
b.
Kegiatan pemindahan karyawan dari tugas yang satu ke tugas
yang lain dalam satu unit kerja yang sama atau dalam



perusahaan yang sering disebut dengan istilah alih tugas
(tour of duty)
Kata mutasi atau pemindahan sudah dikenal oleh sebagian
masyarakat, baik dalam lingkungan perusahaan maupun di luar
perusahaan. Mutasi atau perpindahan adalah kegiatan memindahkan
karyawan dari  suatu pekerjaan ke pekerjaan lain yang dianggap
setingkat atau sederajat. Mutasi atau perpindahan merupakan
kegiatan rutin dari perusahaan untuk melaksanakan prinsip the right
man in the right place atau orang yang tepat pada tempat yang tepat.
Mutasi dilaksanakan agar pekerjaan dapat dilakukan secara lebih
efektif dan efisien.
Pengertian mutasi atau perpindahan adalah kegiatan
memindahkan karyawan sebagai salah satu cara untuk
mengembangkan karyawan tersebut terutama dari segi kemampuan,
pengetahuan, dan keterampilannya. Suatu mutasi yang tidak dapat
meningkatkan efektivitas dan efisien tidak akan mempunyai arti,
bahkan mungkin justru akan merugikan perusahaan. Untuk itu
mutasi harus didasarkan pada pertimbangan yang matang.
2.3.2.
Perlunya Mutasi dilaksanakan
Beberapa tujuan mutasi karyawan menurut Hasibuan (1997):
a.
Untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan
b.
Untuk memperluas atau menambah pengetahuan karyawan
c.
Untuk menghilangkan rasa bosan atau jemu karyawan terhadap
pekerjaannya
d.
Untuk menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi fisik karyawan
e.
Untuk menciptakan keseimbangan antara tenaga kerja dengan
komposisi pekerjaan atau jabatan
f.
Untuk mengatasi perselisihan antara sesama karyawan.
2.3.3.
Manfaat Mutasi
Menurut Tanjung dan Rahmawati (2003), mutasi atau
perpindahan karyawan bermanfaat untuk :



a.
Memenuhi kebutuhan tenaga di bagian atau unit yang
kekurangan tenaga tanpa merekrut tenaga dari luar
b.
Memenuhi keinginan karyawan sesuai dengan minat dan bidang
tugasnya masing-masing
c.
Menjamin keyakinan karyawan bahwa mereka tidak akan
diberhentikan karena kekurangmampuan atau kekurangcakapan
mereka
d.
Memberikan motivasi kepada karyawan
e.
Mengatasi rasa bosan karyawan pada pekerjaan, jabatan, dan
tempat kerja yang sama.
2.3.4.
Macam-macam Mutasi
Hasibuan (1997), mutasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
macam antara lain :
a.
Mutasi karena keinginan perusahaan
Dengan pertimbangan sebagai berikut :
1)
Kemampuan
2)
Kecakapan
3)
Sikap
4)
Disiplin karyawan
b.
Mutasi karena permintaan karyawan sendiri
Dengan alasan sebagai berikut :
1)
Keluarga
2)
Kesehatan
3)
Kerja sama
2.4.
Promosi Jabatan
2.4.1.
Pengertian dan Peranan Promosi
Promosi jabatan merupakan proses pemindahan karyawan dari
suatu jabatan ke jabatan lain yang lebih tinggi, yang biasanya diikuti
oleh tugas, tanggung jawab, wewenang, dan penghasilan yang juga
lebih tinggi dari jabatan yang diduduki sebelumnya.
Dengan
memberikan kesempatan promosi, berarti perusahaan melakukan
usaha pengembangan karyawan melalui jenjang karir yang jelas,



sehingga karyawan termotivasi untuk bekerja dan berprestasi sehingga
kelangsungan operasional perusahaan akan lebih terjamin
(Hasibuan, 1997).
2.4.2.
Dasar diberikan Promosi Jabatan
Menurut Hasibuan (1997), program promosi hendaknya
memberikan informasi yang jelas, apa yang dijadikan sebagai
pertimbangan untuk mempromosikan seorang karyawan di dalam
perusahaan  tersebut sehingga karyawan dapat mengetahui dan
memperjuangkan hak-haknya. Dasar yang biasa dipakai untuk
menentukan promosi adalah :
a.
Kecakapan
Kecakapan  merupakan sesuatu yang sukar diperoleh, sebab ia
menghendaki  kemampuan dan keulatan dari karyawan yang
bersangkutan. Oleh karena itu terkadang dalam penerapannya
cenderung dipengaruhi faktor subjektifitas, yang dapat
menimbulkan keresahan para karyawan.
b.
Pengalaman
Pengalaman diartikan sebagai lamanya masa kerja seseorang
karyawan yang diakui perusahaan, baik pada jabatan yang
bersangkutan maupun dalam perusahaan secara keseluruhan.
Adapun kelemahan dari sistim ini, diantaranya adalah
karyawan senior terkadang statis dan pengalaman banyak
belum tentu mempunyai prestasi yang tinggi, sulit menerima
perubahan dan perkembangan baru, sukar menyesuaikan diri
dengan perkembangan teknologi baru, dan lain sebagainya.
c.
Kombinasi pengalaman dan kecakapan
Kombinasi pengalaman dan kecakapan yaitu promosi yang
berdasarkan pada lamanya pengalaman dan kecakapan.
Metode ini merupakan dasar promosi yang terbaik dan paling
tepat karena mempromosikan orang yang paling
berpengalaman dan terpintar, sehingga kelemahan promosi



yang hanya berdasarkan pengalaman atau kecakapan saja dapat diatasi.
2.4.3.
Manfaat Promosi Jabatan
Manfaat dari pelaksanaan promosi jabatan seperti yang
dikemukakan oleh Hasibuan (1997) yaitu :
a.
Menambahsemangat dan kegairahan kerja
b.
Meningkatkandisiplin kerja
c.
Terwujudnya iklim kerja yang menyenangkan
d.
Meningkatkanproduktivitas kerja
2.5.
Pengembangan Karir
2.5.1.
Pengertian Pengembangan Karir
Menurut Panggabean (2002), pengembangan karir
didefinisikan sebagai semua usaha pribadi karyawan yang ditujukan
untuk melaksanakan rencana karirnya melalui pendidikan, pelatihan,
pencarian dan perolehan kerja, serta pengalaman kerja.
Pengembangan karir merupakan usaha formal untuk meningkatkan
dan menambah kemampuan yang diharapkan berdampak pada
pengembangan dan perluasan wawasan, yang membuka kesempatan
mendapatkan posisi atau jabatan yang memuaskan dalam kehidupan
sebagai pekerja.
2.5.2.
Tujuan dan Manfaat Pengembangan Karir
Pengembangan karir bertujuan untuk memperbaiki dan
meningkatkan efektivitas
kerja pegawai
sehingga
mampu
memberikan kontribusi terbaik dalam mewujudkan tujuan bisnis
oganisasi atau perusahaan.  Adapun manfaat yang dapat diperoleh
dari pengembangan karir, antara lain (Siagian, 1994):
a.
Meningkatkan kemampuan manajerial karyawan dalam memikul
tanggung jawab yang lebih besar
b.
Mendorong  keinginan karyawan untuk berbuat sesuatu yang
lebih besar dalam kehidupan kekaryaannya
c.
Adanya perasaan puas karyawan dalam kehidupan kekaryaannya
d.
Mengurangi karyawan yang meninggalkan perusahaan
2.5.3.
Tanggung jawab Pengembangan Karir dari suatu Instansi
atau Organisasi Pemerintahan



Tanggung jawab ini oleh Siagian (1994) diuraikan menjadi
beberapa tugas pengembangan karir sebagai berikut :
b.
Perencanaan pengembangan karir disusun dan ditetapkan oleh
organisasi atau perusahaan secara sepihak
c.
Pelaksanaan pengembangan karir tergantung sepenuhnya pada
organisasi atau perusahaan
d.
Pengawasan hasil pengembangan karir dilakukan secara ketat
oleh organisasi atau perusahaan
e.
Pengembangan karir diartikan dan dilaksanakan melalui
kegiatan promosi ke jenjang atau posisi yang lebih tinggi.
2.5.4.
Peranan Bagian SDM dalam Pengembangan Karir
Menurut  Tanjung dan Rahmawati  (2003), usaha-usaha untuk
melaksanakan pengembangan karir, diantaranya adalah :
a.
Menyusun perencanaan karir dengan melihat perusahaan secara
keseluruhan
b.
Menyebarluaskan informasi tentang pola pikir karir yang dipakai
dalam perusahaan
c.
Menghimpun data dari berbagai sumber tentang ihwal karyawan
untuk pengembangan karir
d.
Melakukan pelatihan khusus kepada karyawan yang
dipersiapkan untuk pengembangan karir
e.
Melakukan telaah cara-cara yang tepat untuk digunakan dalam
pengembangan karir.
2.5.5.
Faktor-Faktor Penghambat Pengembangan Karir
Menurut
Hasibuan
(1997), faktor-faktor yang dapat
menghambat pengembangan karir, antara lain :
a.
Biaya, sebab pengembangan karir memerlukanbiaya yang besar
b.
Kesulitan menetapkan standar-standar sebagai kriteria
yang
tepat
c.
Soal etis (etika)
d.
Formasi jabatan tidak (belum) memungkinkan.

III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Kerangka Pemikiran
Tujuan organisasi akan dapat tercapai dengan baik apabila pegawai
dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Untuk meningkatkan kemampuan
para pegawai, suatu organisasi harus dapat mengusahakan pengembangan
karir pegawai dengan tujuan untuk memperbaiki efektifitas kerja pegawai
dalam mencapai sasaran kerja yang telah ditetapkan. Pengembangan karir
dapat dilakukan dengan mutasi dan promosi jabatan
Menurut Panggabean (2002), keberhasilan organisasi sangat dipengaruhi
oleh perilaku sumber daya manusianya. Mutasi adalah kegiatan memindahkan
pegawai dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain yang dianggap setingkat atau
sederajat. Sedangkan promosi adalah proses pemindahan pegawai dari suatu
jabatan ke jabatan lain yang lebih tinggi. Dengan demikian mutasi dan
promosi merupakan kegiatan rutin perusahaan untuk mengembangkan karir
pegawai dan melaksanakan prinsip the right man in the right place atau orang
yang tepat pada tempat yang tepat.
Melalui program mutasi, promosi jabatan dan pengembangan karir suatu
organisasi dapat mengharapkan pegawainya untuk dapat bekerja dengan lebih
baik, lebih berprestasi dalam rangka mencapai tujuan perusahaan




3.2.  Disain Penelitian
Penelitian ini dirancang dengan penelitian yang mempergunakan metode
observasi atau survei dengan teknik kolerasional, yaitu jenis penelitian yang
berupaya untuk mengemukakan ada tidaknya hubungan variabel bebas dan
variabel terikat.
Dalam penelitian ini, rancangan hipotesa dilakukan dengan langkah-
langkah dan asumsi sebagai berikut :
·
Ho
=   Tidak terdapat pengaruh mutasi dan promosi jabatan terhadap
pengembangan karir pegawai Kejaksaan Tinggi Jawa Barat
·
H
1  =
Terdapat pengaruh mutasi dan promosi jabatan terhadap
pengembangan karir pegawai Kejaksaan Tinggi Jawa Barat
Hipotesis statistik yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Ho :
?
yx
= 0
H :
1
?
yx1
>0
H :
2
?
yx2
>0
?
yx
= 0
Antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y) tidak
mempunyai korelasi karena nilainya sama dengan nol atau lebih
kecil (Hipotesis ditolak / Ho)
?
yx1
>0
Adanya korelasi antara variabel mutasi (X ) dengan pengembangan
1
karir pegawai (Y) Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Hipotesis ditolak
/ H )
1
?
yx2
>0
Adanya korelasi antara variabel promosi jabatan (X ) dengan
2
pengembangan karir pegawai (Y) Kejaksaan Tinggi Jawa Barat
(Hipotesis ditolak / H )
2
3.3.  Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat yang terletak di
Jl. R.E. Martadinata No. 54 Bandung, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan
selama bulan November dan Desember 2006.
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui observasi dan kuesioner, sedangkan data sekunder
diperoleh melalui studi literatur, internet, dan data dari Kejaksaan Tinggi Jawa
Barat.




3.4.  Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pegawai di
lingkungan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat yaitu 172 pegawai. Sampel yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah pegawai Kejaksaan Tinggi Jawa Barat,
yang diambil dari tiap-tiap kepegawaian yaitu 60 responden.  Menurut Gay
dalam Umar (2005) menyatakan bahwa ukuran minimum sampel yang dapat
diterima yaitu minimal 10% populasi, sedangkan untuk populasi yang relatif
kecil minimal 20% populasi.
Penarikan sampel dilakukan secara purposif dengan teknik Judgmental
Sampling, dimana elemen sampel  dipilih  berdasarkan pada pertimbangan-
pertimbangan
(judgmental)
yang sesuai (Nazir, 1999). Contoh ideal
mempunyai sifat  dapat menghasilkan informasi yang dapat dipercaya dari
seluruh populasi yang diteliti,  sederhana  sehingga mudah dilaksanakan,
memberikan keterangan sebanyak mungkin.
3.5.
Teknik Pengolahan Data
Penelitian-penelitian di bidang ilmu sosial telah banyak memakai
analisis kuantitatif, walaupun
peubahnya bersifat kualitatif yang
membutuhkan perhitungan matematis didalamnya. Oleh karena itu, skala
pengukuran data yang dibutuhkan minimal berskala interval. Jika data yang
dianalisis berskala ordinal, maka perlu ditransformasi terlebih dahulu menjadi
skala interval agar dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut (Waryanto dan
Millafati, 2006).
Salah satu cara yang paling sering digunakan untuk menentukan skor
adalah dengan menggunakan Skala Likert. Skala Likert adalah ukuran
gabungan yang didasarkan pada struktur intensitas pertanyaan-pertanyaan.
Dengan demikian, Skala Likert sebenarnya bukan skala,, melainkan suatu cara
yang lebih sistematis untuk memberi skor pada indeks (Singarimbun dan
Effendi, 1995). Skala Likert dengan ukuran ordinal hanya dapat membuat
ranking, tetapi tidak dapat diketahui berapa kali satu responden lebih baik atau
lebih buruk dari responden lainnya didalam skala (Nazir, 1999). Variabel
ordinal tidak memiliki keaslian suatu unit pengukuran. Mean, variasi, dan
kovarian dari variabel ordinal tidak memiliki arti. Variabel ordinal bukanlah




suatu variabel yang kontinu dan tidak seharusnya dipakai dalam penelitian
(Joreskog, 2002).
Oleh karena itu, skala ordinal perlu ditransformasi menjadi skala interval
sehingga dapat diketahui jaraknya. Metode transformasi yang digunakan
adalah  Methode of Successive Interval (Hays, 1976) dengan bantuan  Softare
Macro Minitab 14. Metode tersebut digunakan untuk melakukan transformasi
data ordinal menjadi data interval. Umumnya, jawaban responden yang diukur
menggunakan skala likert dibuat nilai skornya dengan memberikan nilai
numerikal 1, 2, 3, 4, dan 5. Setiap skor memiliki tingkat pengukuran ordinal.
Nilai numerikal tersebut dianggap sebagai objek dan selanjutnya melalui
proses transformasi ditempatkan ke dalam interval, adapun skala Likert yang
digunakan untuk pemberian skor untuk setiap jawaban adalah sebagai berikut :
a.
Jawaban (SS) mendapat skor 5;
b.
Jawaban (S) mendapat skor 4;
c.
Jawaban (N) mendapat skor 3;
d.
Jawaban (TS) mendapat skor 2;
e.
Jawaban (STS) mendapat skor 1.
a.
Uji Validitas
Uji ini digunakan untuk mengukur tingkat kesahihan suatu instrumen atau
peubah. Teknik analis butir instrumen untuk menguji validitas empirik
menggunakan rumus  Pearson Correlation Product Moment (Mason  et al.,
1999), yaitu :
nSXY – (SX) (SY)
r
hitung
=
.......................(1)
v (nSX - (SX) )( nSY - (SY) )
2
2
2
2
dimana :
r
hitung
= nilai koefisien pearson
n
= jumlah responden
X
= skor butir instrumen
Y
= total skor
Teknik tersebut digunakan untuk mengetahui korelasi antara dua peubah
dan nilai korelasi yang dihitung dinyatakan sahih, apabila r
hitung
> r
tabel
,
dengan level of significant sebesar 5%.
b.
Uji Reabilitas




Uji ini digunakan untuk mengukur konsistensi suatu alat ukur dalam
penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1995). Keterandalan (reliability)
instrumen atau pertanyaan ditentukan dengan menggunakan rumus Alpha
Cronbach, yaitu :
k
Ss
i
2
a =
1 -
.......................................................(2)
k – 1
s
t
2
dimana :
a
= koefisien Alpha-Croncbach
k
= butir instrumen yang sahih
Ss
i
2
= jumlah ragam butir instrumen yang sahih
s
t
2
= ragam skor total
Rumus perhitungan ragam :
(SX)
2
(SX ) -
2
n
s
i
2
=
...................................................................(3)
n
dimana :
s
i
2
ragam
n
= jumlah responden
X
= jumlah skor
Dalam penyusunan skripsi ini, untuk mengolah data yang telah
terkumpul, penulis menggunakan analisa data yang berkaitan dengan masalah
yang diteliti. Semua pengujian dilakukan dalam taraf signifikasi a sebesar 5%.
Hipotesis pertama dan kedua diuji dengan teknik analisis korelasi artinya
sekumpulan teknik statistika yang digunakan untuk mengukur seberapa erat
hubungan antara dua variabel dan analisis regresi yang artinya suatu teknik
yang digunakan untuk persamaan garis lurus dan menentukan nilai
perkiraannya.
Rumus untuk koefisien korelasi (r) adalah : (Mason et al., 1999)       




nSXY – (SX) (SY)
r
hitung
=
…………(1)
v (nSX - (SX) )( nSY - (SY) )
2
2
2
2
dimana :
X
= total skor variabel X
Y
= total skor variabel Y
n
= jumlah responden
Rumus Analisa Regresi Berganda  adalah : (Masonet al., 1999)
Model regresi
Y
= a + b X + b X
1
1
2
2
....................................................(4)
a  =   Y – bX –cX
1
1
(SX ) (SX Y) – (SX X ) (SX Y)
2
2
1
1
2
2
b =
1
(SX ) (SX ) – (SX X )
1
2
2
2
1
2
2
(SX ) (SX Y) – (SX X ) (SX Y)
1
2
2
1
2
1
b =
2
(SX ) (SX ) – (SX X )
1
2
2
2
1
2
2
dimana :
Y
= Persamaan Linear terhadap Y
a
= Konstanta Regresi
b
= Koefisien Regresi Variabel X
X
= Variabel X (Variabel Bebas)
Semua perhitungan analisis di atas diolah dengan menggunakan software Minitab
versi 14, SPSS versi 13, dan Microsoft Excel for Windows 2003      




IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Gambaran Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat
4.1.1.
Sejarah singkat Kejaksaan Tinggi Jawa Barat
Dalam rangka penyusunan sejarah Kejaksaan Tinggi Jawa
Barat, sebagaimana tercantum dalam SK Kepala Kejaksaan Tinggi
Jawa Barat No. Kep. 019/K.2/11/1983, tentang pembentukan tim
penyusunan sejarah Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, tim penyusun
mengambil langkah-langkah dengan pengumpulan data-data, baik
melalui studi kepustakaan dokumen maupun dengan orang-orang
yang dianggap sesepuh Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
Melalui tim penyusunan, sejarah Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dibagi
dalam :
a.
Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Periode 1950 – 1959
Istilah Kejaksaan Tinggi secara resmi baru tertuang dalam
Undang-Undang No. 15 tahun 1961 tentang ketentuan-ketentuan
pokok  Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, sedangkan asal-usul
Kejaksaan Tinggi telah diperkenalkan lembaga atau pengawas
dengan membawahi beberapa kejaksaan, antaranya di Bandung
yang dipimpin oleh Kepala Kejaksaan Tinggi dengan merangkap
Kepala Kejaksaan Negeri.
Pada pemerintahan RIS setiap negara bagian terdapat
Progcureur General (semacam Jaksa Agung) yang secara hirarki
berada di bawah dan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik
Indonesia kecuali negara bagian Indonesia Timur, negara bagian
Yogyakarta, negara bagian Sumatra Timur.
Untuk memenuhi keinginan dari sebagian negara bagian dan
rakyat tanah air, maka tanggal 19 Mei 1950 dicapai kata sepakat
antara negara kesatuan RI dengan RIS yang dituangkan dalam
suatu piagam, yang isi pokoknya membubarkan negara federal RIS
dan membentuk Negara  Kesatuan Republik Indonesia. Dengan




perubahan pemerintah berubah pula susunan organisasi Kejaksaan Tinggi
yaitu :
1.
Jabatan Progcureur General bekas negara bagian dihapuskan
2.
Kejaksaan di Yogyakarta dihapuskan
3.
Cabang Kejaksaan di Bukit Tinggi harus dihapuskan.
Maka Kejaksaan dipusatkan di Jakarta yang meliputi :
1.
Pada Kejaksaan Agung di Jakarta terdapat satu Jaksa Agung
yang dibantu oleh beberapa Jaksa Agung Muda.
2.
Pada tiap-tiap Pengadilan Negeri terdapat satu Kejaksaan
Negeri dikepalai oleh seorang Kepala Kejaksaan Negeri.
b.
Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Periode 1959 – 1965
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959,
pimpinan pemerintah dipegang oleh Presiden Soekarno yang
mengalami perubahan-perubahan, begitu juga perubahan pada
Kejaksaan Tinggi dalam tugas dan wewenangnya serta struktur
organisasi dan tata kerjanya. Maka dikeluarkan penetapan Presiden
No. 5 tahun 1959 tentang penegasan dan penambahan wewenang
Jaksa Agung  atau Jaksa Tentara diantaranya deberikan wewenang
pada Jaksa atau Jaksa Tentara sebagai penegak hukum penuntut
umum pada lingkungan Kepolisian.
Pada periode ini Jaksa Agung adalah Menteri dalam bidang
keamanan nasional yang dipimpin oleh Kepala Staf Angkatan
Darat, namun secara administrasi masih berhubungan dengan
Departemen Kejaksaan yang dituangkan dalam SK Presiden RI
tanggal 15 Agustus 1960 No. 204/1960 yang berlaku sejak tanggal
22 Juli 1960. Sehingga setiap tanggal 22 Juli kini diperingati
sebagai hari Kejaksaan.
Dalam rangka penyempurnaan dan penyesuaian susunan serta
tugas dan kewajiban, dianggap perlu adanya undang-undang pokok
Kejaksaan yang akhirnya dikeluarkannya pengesahan undang-
undang tersebut dalam L.N. No. 254 tahun 1961 No. Registrasi 15
tahun 1961. Sebelum berlakunya UU No. 15 tahun 1961 di Jawa




Barat pernah terbentuk Pengawas Kejaksaan yang mempunyai wilayah
hukum meliputi :
1.
Pada Kejaksaan Agung di Jakarta terdapat satu Jaksa Agung
yang dibantu oleh beberapa Jaksa Agung Muda.
2.
Pada tiap-tiap Pengadilan Negeri terdapat satu Kejaksaan
Negeri dikepalai oleh seorang Kepala Kejaksaan Negeri.
Istilah pengawasan diganti dengan Jaksa Tinggi berdasarkan
SK Menteri JA No. UP/25355/2412 Pen Jawa Barat sendiri
dipimpin oleh R. Opoy Sastrawinangun. Berdasarkan keputusan
Jaksa Agung No. Org/Dkt/A/9295/18, tanggal 1 Agustus 1961
dibentuk lima Kejaksaan Tinggi yaitu :
1.
Kejaksaan Tinggi Jakarta mempunyai cabang-cabang di
Bandung, Palembang, dan Pontianak.
2.
Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah mempunyai cabang di
Yogyakarta.
3.
Kejaksaan Tinggi Surabaya mempunyai cabang-cabang di
Malang, Banjarmasin, Palangkaraya, dan Balikpapan.
4.
Kejaksaan Tinggi Medan mempunyai cabang-cabang di
Kotaraja, Padang, Jambi, dan Pekanbaru.
5.
Kejaksaan Tinggi Makasar mempunyai cabang-cabang di
Manado, Ambon, Denpasar, Mataram, dan Kupang.
Jaksa Tinggi pada Kejaksaan Tinggi di Jakarta dengan tugas
Kepala Cabang Kejaksaan Tinggi di Bandung mempunyai wilayah
hukum:
1.
Wilayah barat meliputi Cikampek, Purwakarta, sampai Cianjur
termasuk Jakarta.
2.
wilayah timur baik secara administratif, organisasi, dan
operasional bertanggung jawab langsung pada Menteri atau
Jaksa Agung.




Hal ini terjadi karena pada waktu itu belum dimungkinkan untuk
membentuk Kejaksaan Tinggi yang berdiri sendiri untuk wilayah
Jawa Barat.
c.
Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Periode 1965 – sekarang
Pada masa permulaan Orde Baru tepatnya bulan Juli 1966
semua cabang Kejaksaan Tinggi berubah  menjadi  Kejaksaan
Tinggi penuh kecuali Kejaksaan Tinggi Malang yang dihapuskan.
Berdasarkan keputusan Jaksa
Agung Nomor : Kep
035/J.A./3/1992 dijelaskan bahwa Kejaksaan Tinggi adalah
Kejaksaan yang berkedudukan di ibukota propinsi dan daerah
hukumnya meliputi wilayah propinsi yang bersangkutan. Dengan
demikian  Kejaksaan Tinggi Jawa Barat memiliki wilayah hukum
yang meliputi seluruh daerah di Propinsi Jawa Barat.
4.1.2.
Tugas Pokok Kejaksaan Tinggi Jawa Barat
Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mempunyai tugas yang ditetapkan
oleh Jaksa Agung serta tugas-tugas lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Adapun tugas-tugas pokok Kejaksaan Tinggi
Jawa Barat yaitu :
a.
Merumuskan kebijaksanaan pelaksanaan dan kebijaksanaan teknis,
pemberian bimbingan dan pembinaan serta pemberian perizinan
sesuai dengan bidang tugasnya berdasarkan peraturan perundang-
undangan dan kebijaksanaan yang telah  ditetapkan oleh Jaksa
Agung.
b.
Menyelenggarakan dan melaksanakan pembangunan, menyediakan
sarana dan prasarana, pembinaan manajemen, administrasi,
organisasi, ketatalaksanaan dan pengelolaan atas milik negara yang
menjadi tanggung jawabnya.
c.
Melakukan kegiatan pelaksanaan penegakan hukum baik preventif
maupun represif yang berintikan keadilan di bidang pidana.
d.
Menjamin kepastian hukum, kewibawaaan pemerintah dan
menyelamatkan kekayaan negara berdasarkan peraturan




perundang-undangan serta kebijaksanaan umum yang
ditetapkan oleh Jaksa Agung.
e.
Memberikan pertimbangan hukum kepada instansi pemerintah di
daerah Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan dan turut menyusun
peraturan perundang-undangan serta meningkatkan kesadaran
hukum masyarakat.
f.
Menyelenggarakan koordinasi, bimbingan, petunjuk teknis serta
pengawasan baik kedalam maupun dengan instansi terkait atas
pelaksanaan tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-
undangan dan kebijaksanaan umum yang ditetapkan oleh Jaksa
Agung.
4.1.3.
Struktur Organisasi Kejaksaan Tinggi Jawa Barat
Kedudukan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dalam keputusan Jaksa
Agung Nomor : Kep – 035/J.A./3/1992, Bab XVIII bagian kedua
tentang kedudukan, tugas, wewenang dan fungsi Kejaksaan Tinggi
Jawa Barat. Dalam keputusan tersebut dijelaskan bahwa Kejaksaan
Tinggi adalah Kejaksaan yang berkedudukan di ibukota propinsi dan
daerah hukumnya meliputi wilayah propinsi yang bersangkutan dan
dipimpin oleh seorang Kepala Kejaksaan Tinggi yang bertanggung
jawab langsung kepada Jaksa Agung.
Struktur organisasi Kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Barat disusun
berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : Kep
– 035/J.A./3/1992 Bab XVIII bagian ketiga tentang susunan organisasi
Kejaksaan Tinggi. Adapun struktur organisasi serta tugas dan fungsi
dari masing-masing satuan organisasi Kantor Kejaksaan Tinggi Jawa
Barat adalah sebagai berikut :
4.1.4.
Kebijaksanaan Mutasi, Promosi Jabatan, dan Pengembangan
Karir Pegawai di  Kejaksaan Tinggi Jawa Barat
Pada bidang pembinaan yang menyangkut kepegawaian antara
lain melaksanakan pembinaan pegawai sehingga tercapai penggunaan
tenaga pegawai secara efisien dan efektif baik ditinjau dari segi
kepentingan organisasi maupun pegawai yang bersangkutan.
Pelaksanaan kebijakan mutasi pegawai mempunyai tujuan untuk
mengisi jabatan-jabatan yang kosong sebagai akibat berlakunya
KEPJA Nomor : Kep-116/JA/6/1983 tentang susunan organisasi dan
tata kerja Kejaksaan RI. Walaupun demikian perlu dimaklumi masih
ada jaksa yang lepas dari mutasi karena keterbatasan dana yang
tersedia bukan berarti pegawai yang bersangkutan tidak bersedia
dimutasikan.
Jaksa Agung dalam melaksanakan kebijakan promosi dan
pengembangan karir seorang pegawai selalu mengikutsertakan Kepala
Kejaksaan Tinggi dalam menetapkan siapa yang akan dipromosikan    
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat  
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat  
Tenaga Pengkaji  
Tata Usaha  
Asisten
Datun  
Asisten
Tindak Pidana
Khusus  
Asisten
Tindak Pidana
Umum  
Asisten
Intelijen  
Asisten
Pembinaan  
Asisten
Pengawasan  
Kepala
Kejaksaan Negeri
Bandung
Gambar 2. Struktur Organisasi Kejaksaan Tinggi Jawa Barat
(Sumber : Kejaksaan Tinggi Jawa Barat)            
Keterangan :
= Ruang lingkup penelitian




untuk mengisi jabatan struktural di wilayah hukumnya benar-benar didasari
pada penilaian objektif dari atasannya terhadap kecakapan dan
kemampuan teknis yang bersangkutan sebagai jaksa yang dapat
memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat dan meningkatkan
produktivitasnya secara efisien dan efektif.
4.2.
Karakteristik Responden
4.2.1.
Komposisi Usia Responden
Sebaran usia pegawai di lingkungan Kejaksaan Tinggi Jawa
Barat terbagi tiga kelompok usia yaitu kelompok usia 20-30 tahun, 31-
45 tahun, dan 46 tahun.
Tabel 1. Komposisi usia responden
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Kesimpulan
a.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dalam
melaksanakan mutasi dan promosi jabatan seorang pegawai
yaitu
berdasarkan Kep-116/JA/6/1983 tentang susunan organisasi dan tata kerja
Kejaksaan Republik Indonesia
dan penilaian yang objektif terhadap
tingkat pendidikan, kecakapan, dan kemampuan teknis pegawai
b.
Mutasi dan
promosi jabatan mempunyai pengaruh
terhadap
Pengembangan Karir Pegawai dengan tingkat korelasi sebesar 0.590.
Implikasinya pegawai di lingkungan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat  yang
menjadi sampel dalam penelitian ini menganggap  mutasi dan promosi
jabatan memberikan pengaruh negatif terhadap pengembangan karirnya,
dikarenakan adanya mutasi  yang mengharuskan pegawai untuk ke luar
daerah. Namun demikian masih terdapat hubungan positif dan dapat
dipercaya antara mutasi dan promosi jabatan terhadap pengembangan karir
pegawai di lingkungan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
2.
Saran
a.
Mutasi dan promisi jabatan sebaiknya dilakukan dilakukan secara objektif
dan dilakukan pada jangka waktu tertentu serta didukung serta diterima
oleh berbagai pihak yang terkait
b.
Kejaksaan Tinggi Jawa Barat sebaiknya
telah mengalokasikan
anggarannya untuk pelaksanaan program mutasi, promosi jabatan dan
pengembangan karir sehingga tidak ada pegawai yang terlepas dari  mutasi
dan promosi jabatan karena keterbatasan dana.




DAFTAR PUSTAKA
Arep, I. dan H. Tanjung. 2002. Manajemen Sumberdaya Manusia. Universitas
Trisakti, Jakarta.
Handoko, T.H. 1992. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Edisi
Kedua Cetakan Kesembilan, BPFE, Yogyakarta.
Hasibuan, M.S.P. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT. Gunung Agung,
Jakarta.
Hays, W.L, 1976. Quantification in Psychology. Prentice Hall, New Delhi.
Using LISTREL.http://ssicentral.com. [28 Juli 2007]
Mason, Robert D., and Douglas., 1999. Teknik Statistika Untuk Bisnis dan
Ekonomi, terjemahan Ed. 9 Cetakan Pertama. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Nazir, M. 1999. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.
Siagian, S.P. 1994. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara, Jakarta.
Singarimbun, M dan S. Effendi. 1995. Metode Penelitian Survei. LP3ES, Jakarta.
Swasta, B. dan Drs.I.W. Sukotjo. 1993. Pengantar Bisnis Modern. Edisi Ketiga.
Liberty, Yogyakarta.
Tanjung, H. dan S. Rahmawati. 2003. Pengembangan Sumberdaya Manusia.
Diktat pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Umar, Husen. 2005. Riset Sumber Daya Manusia. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
Waryanto, B. dan Y.A. Millafati. 2006. Transformasi Data Skala Ordinal dengan
menggunakan Makro Minitab. Jurnal pada Pusat Data dan Informasi

Pertanian, Bogor